Powered By Blogger

Sabtu, 13 November 2010

Setan atau Malaikat?

Mahluk yang paling menakjubkan adalah manusia, karena dia bisa memilih untuk menjadi “setan atau malaikat”.
–John Scheffer-

Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya. Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.
Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?

Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.

Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.
Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?
Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.
Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.
Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.
Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.
Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.
Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?
Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini:
—–
“Ibu yang baik…, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya.
Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.
Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.
Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.
Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?
Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi.
Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.
Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.
Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.
Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter. Tapi Ibu…, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.
Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu…, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf.”
—–
Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.
Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.
Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.
Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.
Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir dimata saya.
Yuni menghampiri saya dan bilang, “Mama, saya bangga jadi anak Mama.” Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.


Read more: 
http://www.resensi.net/setan-atau-malaikat/2009/02/04/#ixzz15E2bpVin

Waktu Yang Dihabiskan

Bagaimana anda menghabiskan waktu satu jam terakhir..?  Apa yang akan anda kerjakan pada jam berikutnya..?  Apakah di akhir hari ini anda dapat melihat kembali segalanya dengan puas – karena telah tercapai SESUATU ?
Pencapaian bukan sesuatu yang datang sendiri kepada anda. Pencapaian adalah sesuatu yang anda kerjakan dengan menit, jam dan hari yang anda luangkan.  Sekarang adalah waktunya untuk mengerjakan hal itu.

Buah kesuksesan adalah kekaguman, suka cita, dan kebanggaan. Namun usaha untuk menciptakan kesuksesan adalah lebih sering melalui hal yang membosankan.  Bosan, karena Anda tidak bisa
mengerjakan hal lain.   Seorang bintang lapangan yang sukses, telah menghabiskan tak terhitung waktu hanya untuk berlatih.
Jam-jam itu dihabiskan di belakang layar, dan mengantar mereka menuju kemenangan dan sukses.  Ini berlaku di bidang apapun. Toh, setiap orang memiliki jumlah waktu yang sama setiap hari. Namun beberapa dari kita menggunakannya lebih efektif ketimbang orang lain.   Apa yang akan anda kerjakan dengan jam-jam anda hari ini?


Read more: http://www.resensi.net/waktu-yang-dihabiskan/2009/11/15/#ixzz15E1wNN60

Mengasah Kemampuan Diri

Seorang penebang mengasah kapaknya untuk mengumpulkan kayu. Seorang pemburu mengasah pisau dan mengencangkan busur. Seorang penulis meraut pensil. Mereka semua harus memperbarui peralatannya. Mereka itu adalah anda dan saya. Ini adalah prinsip sederhana tentang produktivitas. Tentu, tidak akan banyak pohon yang bisa ditebang oleh kapak yang telah tumpul dan aus. Tidak akan  ada buruan yang mampu ditaklukkan oleh busur yang telah renta. Tidak ada  sebuah kata bisa tertulis dari pensil yang patah. Maka, apa yang harus kita asah agar tetap meraih kehidupan pribadi dan karier yang penuh dan berlimpah?Anda memiliki sesosok tubuh yang pasti renta terkikis usia. Juga kecerdasan
yang segera tak banyak berarti tertinggal kemajuan jaman. Serta sekepal hati
nurani yang mudah diburamkan oleh debu-debu dunia. Maka tiada yang patut kita rawat selain tubuh agar senantiasa menjadi rumah yang nyaman bagi jiwa. Tiada yang perlu kita asah selain pikiran dan ketrampilan agar selalu dapat digunakan untuk membuka pintu kemakmuran. Serta, tiada yang harus kita pertajam selain hati nurani yang memungkinkan kita mendengar nyanyian kebahagiaan hidup ini.

Read more: http://www.resensi.net/mengasah-kemampuan-diri/2009/12/07/#ixzz15E1rd3Ml

Persahabatan

Mencari persahabatan itu seperti kita memasukkan benang dalam lubang jarum…
Sulitnya mencari seorang sahabat itu bisa digambarkan ketika kita berusaha memasukkan benang ke dalam lubang jarum. Ada saja halangan atau kendala saat kita berusaha memasukkan benang dalam jarum, ada angin, mata kita yang kurang fokus, tempat yang kurang terang dan lain-lain.
Namun setelah kita berhasil melawan kendala yang ada, akhirnya benang bisa masuk ke dalam jarum, itulah saat-saat yang menggambarkan bahwa kita telah berhasil mendapatkan seorang sahabat. Setelah jarum dan benang telah bersatu, tibalah saatnya kita merajut..dalam hal ini kita sebagai jarum dan sahabat kita sebagai benang, bersama-sama merajut peristiwa-peristiwa manis dan indah sehingga menjadi rajutan indah berupa kenangan terindah di hidup kita….
Itulah Sahabat, seseorang yang kita peroleh dari pengorbanan dalam kehidupan kita. Yang awalnya pahit namun berakhir manis ^^


Read more: http://www.resensi.net/persahabatan/2010/02/17/#ixzz15E1byhwh

Berfikir Di Luar Kotak

Apa yang di maksud dengan berfikir di luar kotak? Mungkin kita perlu mendefinisikan dulu apa yang di maksud dengan berfikir di dalam kotak. Yang di maksud dengan berfikir di dalam kotak adalah kita selalu berfikir dengan berpijakan kepada kebiasaan. apa yang sudah biasa di lakukan oleh orang lain, termasuk di dalamnya hal – hal yang sudah bisa dan biasa kita lakukan atau yang mudah kita lakukan. Berpikir di dalam kotak juga berarti bagaimana kita berfikir dalam zona nyaman kita , tentu saja berfikir di luar kotak adalah kebalikanya, Yaitu cara berfikir kita dengan melihat hal-hal yang tidak biasa, hal-hal yang aneh di luar kemampuan kita, tidak biasa dilakukan oleh orang lain, tidak biasa dilakukan oleh diri kita, termasuk tidak biasa dilakukan oleh kelompok kita, bahkan tidak ada orang yang pernah melakukanya.
Berfikir di luar kotak memang melawan kecenderungan manusia yang ingin selalu nyaman, ingin berada di zona nyaman atau status quo, namun masalahnya jika kita hanya berfikir dengan cara-cara yang biasa, maka haslinyapun akan biasa.
Jika kita ingin mendapatkan sesuatu yang berbeda, maka kitapuun harus berfikir dengan cara yang berbeda. Memang dengan hanya berfikir di dalam kotak saja anda masih tetap bisa bergerak, perusahaan anda masih bisa terus berjalan, namun kondisi anda maupun kondisi perusahaan anda akan stagnan, artinya berjalan ditempat, atau sekedar hanya bertahan, kalaupun ada peningkatan, peningkatan itu hanya terjadi secara linear atau lambat. Mungkin kita tidak asing dengan peningkatan 5 atau 10 % bahkan kurang dalam setahun.
bagi seorang pemikir revolusioner, jika kita ingin menggandakan hasil kita, kita harus berfikir di luar kotak dimana kita tidak lagi berharap bahwa peningkatan itu hanya 5 % atau 10 % dalam setahun, kita ingin peningkatan itu berkali lipat, bahkan bukan hanya dalam setahun tapi kurang dari setahun. Misalnya kita ingin pendapatan kita berkali lipat hanya dalam waktu 6 bulan.
Berfikir di dalam kotak itu justru dapat membahayakan diri kita, mungkin kita menganggap bahwa kita sudah cukup berfikir dalam kotak saja, masalahnya beban akan terus bertambah, persaingan akan semakin ketat, jika kita hanya berfikir didalam kotak sementara orang lain berfikir di luar kotak, dengan ide-ide baru yang inovatif, ide-ide baru yang terobosan, maka kita akan kalah, kita akan tenggelam. Oleh karena itu kita perlu berfikir di luar kotak sehingga kita mampu bersaing dengan orang lain.
Cobalah tengok keluar, cobalah tengok di toko, cobalah tengok di internet produk-produk baru terus bermunculan.
Kita lihat seperti handphone, mungkin produknya tetap berupa hangphone atau alat komunikasi, namun dapat kita lihat fitur yang inovatif yang hadir di dalam handphone yang baru, handphone lama sudah mulai ketinggalan dan harganyapun akan turun drastis. Jika kita hanya mengandalkan handphone gaya lama, jelas perusahaan handphone akan bankrut dengan segera.
Apapun bisnis kita, persaingan itu tidak akan pernah diam, perubahan tidak akan pernah berhenti, kita harus tetap terus menerus menemukan ide-ide terobosan supaya kita terus berada di depan.
berhubungan dengan masalah waktu, berfikir di luar kotak adalah kita mencari cara-cara baru, bagaimana kita meningkatkan produktivitas diri kita. Bukan hanya meningkat 5 %  atau 10 % saja tetapi bagaimana cara kita melipatgandakanya. Jika anda masih mengatakan “Ah itu tidak mungkin!”. Artinya anda masih berfikir di dalam kotak, kita harus berani berfikir di luar kotak, karena jika kita sudah berani berfikir di luar kotak, maka peluang – peluang terobosan akan muncul di hadapan kita. Jika kita membatasi pikiran kita, maka semua ide-ide hebat tersebut diatas tidak akan pernah muncul dan datang kepada kita.
Kita memerlukan berani, berani yang bagaimana?
  1. Kita harus berani melawan keraguan, baik itu keraguan yang datang dari kita sendiri, maupun keraguan itu dari orang-orang di sekitar kita. Setiap ide yang baru, setiap ide yang aneh, pasti akan mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Namun anda harus tetap berani, seaneh apapun ide tersebut, bahkan ide anda dianggap ide gila anda harus tetap berani melaksanakan ide-ide tersebut, jika tidak maka anda tidak akan pernah bisa berfikir di luar kotak.
  2. Berani mengambil resiko. Jika anda menghasilkan ide-ide baru, gagasan baru untuk meningkatkan produktivitas anda, maka saya katakan bahwa ide tersebut besar kemungkinan untuk tidak berhasil alias gagal. Tidak ada jaminan keberhasilan, karena melakukan sesuatu yang baru tingkat kegagalanya lebih tinggi daripada melakukan sesuatu yang sudah biasa. Karena resikonya besar maka di perlukan suatu keberanian. Suatu keberanian mengambil resiko. Yang jadi pertanyaan adalah kenapa kita mengambil resiko-resiko itu?”.Jawabnya adalah karena di balik resiko tersebut ada sesuatu peluang yang jauh lebih besar. Ingatlah hukum peluang dan resiko, “Semakin besar resiko yang kita ambil, semakin besar pula peluang yang akan kita dapatkan.” Jika kita tidak berani mengambil resiko – resiko yang  besar dan kita hanya mengambil resiko-resiko yang kecil, maka apa yang akan kita dapatkan akan kecil pula. Maka wajarlah jika apa yang akan anda raih tetap stagnan atau mengalami peningkatan secara linier dan lambat.
Jika anda ingin menggandakan peningkatan anda, maka anda harus berani berfikir di luar kotak, berani melawan keraguan, berani mengambil resiko. berfikir di luar kotaklah yang memungkinkan kita mendapatkan cara-car baru, cara-cara yang inovatif, cara-cara terobosan, cara-car yang lebih cepat,cara-cara yang tidak biasa.
cara-cara seperti ini hanya akan kita dapatkan jika mau berfikir di luar kotak. memang cara-cara yang akan kita dapatkan jika kita berfikir di luar kotak adalah cara yang tidak biasa, cara yang berbeda. Justru disitulah peluangnya.
Jika anda melakukan cara-cara yang biasa, maka hasilnyapun akan biasa, jika anda melalui jalan yang sama, melalui mobil yang sama, malalui kecepatan yang sama maka waktu yang anda perlukan untuk mencapai tujuan anda akan sama pula.Namun sekali anda berubah, cara anda mengendarai mobil misalnya kecepatan andas di tambah, atau jalan yang anda tempuh berbeda, atau mobil yang anda gunakan berbeda, maka hasilnya akan berbeda pula. Begitu juga dengan pekerjan-pekerjaan lain, jika anda ingin menghasilkan yang berbeda, maka anda harus melakukan sesuatu yang berbeda. Semakin berbeda apa yang anda lakukan, maka semakin besar pula peluang yang akan anda dapatkan.
Dengan berfikir di luar kotak, kita bebas berfikir, kita akan bebas dari cara lama, kita akan bebas dari tradisi, kita akan bebas dari kebiasaan, kita akan bebas dari status quo, dan kita akan terbebas dari zona nyaman.
Semoga bermanfaat…

Memelihara Mimpi

Sebelum sebatang pohon dapat tumbuh tinggi, terlebih dahulu ia harus menanamkan akarnya jauh ke dalam tanah, demi memperoleh zat gizi. Sama dengan mimpi anda. Bila anda ingin impian berubah menjadi kenyataan, anda harus mencari cara untuk memberi makan dan memelihara mimpi anda.
Sangat tidak realistis untuk berharap bahwa anda dapat mencapai bintang, tanpa terlebih dahulu menanam akar dalam tanah padat. Bermimpi itu gampang – sesuatu yang hidup di alam khayal. Namun mewujudkannya di alam nyata membutuhkan perjuangan keras.
Tanpa akar yang kuat, bahkan pohon tertinggi dan berbesar – akan tumbang. Tanpa terus belajar, bersikap disiplin, memelihara integritas, komitment, ketabahan, kesabaran, dan usaha – bahkan mimpi yang paling mungkin dan paling hebat – akan tumbang.
Mimpi dan tujuan anda memerlukan pemeliharaan. Tanamkan akar mimpi
anda sedalam dan selebar mungkin – hingga tidak ada batas setinggi
tas apa anda akan jangkau…


Read more: http://www.resensi.net/memelihara-mimpi/2010/06/27/#ixzz15E1CapLh

Kegagalan, Jendela Kesuksesan

Pada kebanyakan orang, makna kegagalan begitu buruk bahkan bisa menjadi kegagalasmomok penghancur harapan. Kita harus yakin, setiap situasi apapun pasti ada faktor keberuntungan. Termasuk ketika kita sedang mengalami kegagalan.
Yang menjadi alasan mengapa orang tidak menikmati kegagalan adalah tertundanya waktu mereka untuk mencapai apa yang diinginkan/dicita-citakan. Sebagian orang mengisi kegagalan dengan keterpurukan, kesedihan atau yang lebih parah menyalahkan dirinya sendiri sebagai pemicu/penyebab adanya kegagalan tersebut. Tidaklah patut untuk ditiru.
Tetapi, ada sebagian orang mengisi kegagalannya sebagai ajang introspeksi diri, mencoba lebih baik lagi untuk kedepannya dengan pengalaman kegagalan yang pernah dirasai. Dan yang paling hebat, mereka bisa menjadikan situasi ini sebagai penyemangat dalam melanjutkan perjalanan menuju cita-cita, bukan sebagai pemutus asa. Itulah pola orang sukses.
Tidak ada orang sukses yang tidak mengalami kegagalan. Berarti kegagalan merupakan jendela kesuksesan. Disaat semua pintu tertutup, janganlah dulu untuk berdiam diri, menyerah dan terpuruk. Lihatlah, masih ada jendela yang bisa mengeluarkan kita dari sana.
Kesimpulannya, kegagalan bukanlah penghenti cita-cita, pemutus asa dan penghancur mimpi. Jika kita bersikap terbuka, bisa jadi kita malah bersyukur karena mengalami kegagalan. Ingat, tidak ada orang sukses yang tidak mengalami kegagalan dan ingatlah pula jika Allah SWT selalu bersama kita


Read more: http://www.resensi.net/kegagalan-jendela-kesuksesan/2010/09/02/#ixzz15E10p1Xn